Pada bulan April yang lalu masyarakat dikejutkan dengan kasus kekerasan seksual yang menimpa seorang anak di Jakarta International School (JIS). Selama penyelidikan juga terkuak bahwa sekitar 20 guru melakukan pelanggaran imigrasi dengan memalsukan dokumen izin tinggal di Indonesia.
Negara asal guru di JIS antara lain, Australia, Selandia Baru, Amerika Serikat dan Inggris. Berita yang dirilis dari VOA, kepala Humas Direktorat Jenderal Imigrasi Maryoto Sumadi mengatakan, “Dari 26 guru yang kami selidiki, 20 telah melakukan pelanggaran imigrasi dan akan dideportasi. Mereka telah menyalahgunakan izin tinggal dengan menyebutkan profesi yang berbeda dari cakupan pekerjaan mereka di sekolah tersebut,” tambahnya.
Maryoto mengatakan bahwa hari Jumat (6/6) 11 guru yang melanggar akan dideportasi dan sisanya akan dipulangkan setelahnya. Hal ini kemudian ditanggapi Komisi Perlindungan Anak Indonesia sebagai kesalahan besar. Komisioner KPAI Susanto kepada Kompas.com, merunut empat kesalahan terkait keputusan itu. Pertama, bila ada dugaan memalsukan dokumen maka seharusnya dipidana terlebih dahulu. Kedua, KPAI menganggap bahwa pengungkapan kekerasan seksual belum tuntas, sehingga tindakan deportasi ini terkesan buru-buru.
"Kita sebagai negara hukum, namun praktiknya sangat lemah. Alasannya, karena terduga pemalsu dokumen tidak dipidana sebelum dideportasi,” adalah kesalahan ketiga menurut Susanto. Terakhir, melihat posisi tawar Indonesia di mata Negara asing “kurang berwibawa” karena tidak tegas terhadap pelaku yang diduga memalsukan izin tinggal di Indonesia. Kasus ini sedang diproses secara hukum dan memasuki tahap persidangan di pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Baca Juga Artikel Lainnya:
Sekolah Alkitab Mengaku Salah Pakai Kutipan Hitler
Menteri Sibuk Timses, SBY : Silahkan Mundur
Itu mungkin. Ayo lakukan sekarang!
Pers Terpecah, SBY: Simak MetroTV dan TVOne
PGI Kecewa Pemerintah Belum Tuntaskan Kasus Intoleransi